Slideshow

Rabu, 30 Maret 2011

Pendidikan gratis sebatas wacana

PENDIDIKAN GRATIS SEBATAS WACANA

            Mungkin masih teringat dibenak kita, hampir dua tahun lebih sudah tidak ditayangkan lagi yaitu sebuah iklan pendidikan yang ditayangkan oleh BaliTV dimana perannya adalah anak sekolahan dan anak yang tidak sekolah, bunyi percakapan diantara peran tersebut  kurang lebih :
A. …. Yan, sing masuk Yan??
B. ....Sing!
A. .... Dadi  sing masuk Yan?
B. .... Sing juari,  sing ngelah pipis anggon meli buku !
A. …. Yen keto kalahin malu nah !!
Terjemahannya kurang lebih :
A.  …Yan, tidak ke sekolah Yan?
B. ….Tidak!
A. … Kok,  tidak ke sekolah Yan?
B. ….Malu, tidak punya uang untuk membeli buku!
A. …Kalau begitu, berangkat dulu ya !
Yan (wayan) yang dimaksud adalah nama depan sebagai nama panggilan bagi orang Bali untuk anak pertama. Makna komutatif yang tersirat dan ingin disampaikan dalam tayangan tersebut menggambarkan betapa sedihnya ketidak meratanya pendidikan yang mestinya anak seusia dia harusnya menikmati hidup dengan senang dan bahagia bersama-teman-temannya, dapat bermain, bercanda, belajar bersama dan pulang sekolah penuh dengan canda. Dan yang mengglitik hati kita adalah memang benar adanya, tidak hanya sekedar reklame biasa, namun bisa dilihat di desa-desa terpencil lebih dari itu bahkan sangat jauh sekali ketimpangan di dalam masyarakat. Putus sekolah terjadi sebagai dampak dari kurang pedulinya orang tua siswa terhadap masa depan anaknya, Sarana prasarana (transfortasi) menuju sekolah jauh, kurangnya menonton TV sehingga masyarakat pengetahuannya sepotong-potong yang diperoleh hanya  mendengarkan dari orang lain, lingkungan disekitar masyarakat masih tradisionalitis, keadaan ekonomi masyarakat memang sangat-sangat kurang mampu...........................
Siapapun orangnya, bagaimanapun keadannya pasti hatinya akan terenyah jika melihat dan mendengarkan percakapan tersebut. …………….
Gejala ini nampaknya tidak hanya tergambar dalam pendidikan dasar dan menengah, dalam pendidikan tinggipun terjadi hal yang sama. Bahkan beberapa perguruan tinggi ternama telah berani mematok harga yang tentu sulit dijangkau oleh seorang Wayan di atas. …………………….
            Mungkin sudah menjadi rahasia umum, di awal tahun pelajaran banyak para pelaku bisnis berdatangan ke sekolah. Mereka menawarkan berbagai hal yang berhubungan dengan kebijakan pendidikan. Mulai dari penawaran beberapa format administrasi, pakaian seragam, buku-buku pelajaran, biro wisata, alat-alat tulis, dll. …………………………..
            Menyiasati hal ini, akan semakin banyak terakumulasi Wayan-Wayan yang lain mengalami nasib yang sama, putus sekolah karena tidak mampu membayar uang sekolah. …………………..
            Kita jangan bertanya, kenapa mereka tidak sekolah? Ini bisa soal biaya atau soal kesempatan?. Maka akar perenungan kita akan mencoba untuk memahami jagad keseharian mereka dan mencoba mendesain kurikulum yang sesuai dengan situasi dan kondisi seperti itu.  Arah pemikiran kita berpeluang untuk dapat menciptakan kurikulum pendidikan berparadigma alternatif. Dengan adanya kurikulum pendidikan berparadigma alternatif terbuka peluang dan sekaligus tantangan untuk mencoba mengembangkan kebijakan  dan praktik pendidikan yang memungkinkan ditemukan “cara-cara baru” yang lebih inovatif dan memenuhi kebutuhan (masyarakat) masa depan. Hanya dengan cara demikian, pendidikan akan dapat menfasilitasi tuntutan kebutuhan individu dan masyarakat masa depan secara optimal. ………………
            Sudah mendesak untuk dipikirkan dan dikaji proses kurikulum yang bermuatan lokal. Kurikulum yang berlaku secara nasional membutuhkan pendampingan kurikulum lokal yang mampu memberikan kondisi dan perhatian secara khusus sesuai dengan kondisi daerah setempat. Pun, akan menjadi tidak bijaksana kalau menyeragamkan begitu saja kurikulum untuk anak-anak yang telah mengenal dunia modern dengan kurikulum anak-anak yang masih bergulat dengan kemiskinan. Kurikulum yang didesain, hendaknya mengacu pada “kurikulum alam “ yang dianut secara turun temurun bukan tidak mungkin untuk dikembangkan untuk keperluan lokal. ………………
            Dapatkah kurikulum menghadapi tantangan pendidikan yang demikian kompleks, untuk dapat memberikan tempat bagi proses terbentuknya manusia seutuhnya?. Walaupun akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan program pendidikan yang mengarah dan berpihak kepada fenomena yang tergambarkan di atas, seperti BBE (Broad Based Education) atau pendidikan berbasis luas, pengembangan sekolah dengan wawasan khusus, rencana pemberlakuan buku paket, subsidi pendidikan bagi penduduk miskin dll, sejauh manakah semua ini sampai ke tangan Wayan atau hanya sebatas retorika pembaharauan pendidikan belaka. ……………………………