Slideshow

Senin, 18 November 2013



TUKANG SAPU “ PAHLAWAN KEBERSIHAN” YANG TERLUPAKAN
(IGN. Mataram, Guru Kimia SMAN 1 Rendang)
Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekadar kerja, kera juga bekerja.” (Buya Hamka). “Sesungguhnya yang ada di alam ini adalah tidak ada, akan menjadi ada jika yang menyebutnya ada” (Michael-Julian). Artinya bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, semua impian dan cita-cita pasti bisa diraih dengan cara yang benar, jujur,  tekun dan bersungguh-sungguh. Tuhan telah memberikan pengetahuan setiap individu, hanya sifat manusia yang tidak sabaran dan selalu ingin cepat, maka untuk mencapai harapan dilakukan dengan cara-cara yang memaksakan kehendak (jalan pintas).
Hidup didunia ini sesungguhnya sangatlah indah, seindah dari yang paling indah, asal dijalankan sesuai dengan norma-norma hidup yang benar dan dekat dengan Tuhan. Semakin dekat dengan Tuhan akan meningkatkan kualitas moral dan daya tahan mental kehidupan. Dalam Nitisastra 18, disebutkan bahwa bulan menambah kecantikan dari kumpulan bintang-bintang, pemerintah yang baik menambah kecantikan bumi dan suami menambah kecantikan wanita. Tetapi pengetahuan meningkatkan semua dan segala sesuatu.
Makna yang tersirat didalamnya adalah bahwa pemerintah yang baik adalah pemerintah yang menjalankan sistem, melindungi masyarakatnya dari ketidakberdayaan (kemiskinan, keamanan, kesejahteraan) bukan menjalankan kehendak yang bersifat perseorangan (aji mumpung). Dalam Manawa Dharmasastra juga disebutkan Raksanam Dhanam Prajanam, artinya rasa aman baru didapatkan apabila  setiap orang yang diajak hidup bersama dalam suatu wadah tidak merasa terancam. Terancam dalam arti sesuai tidaknya spesialisasi orang bersangkutan. Misalnya, tugas Presiden mengatur Negara, untuk menjalankan pemerintahan sampai ke daerah Presiden dibantu oleh kepala daerah (Gubernur). Untuk menjalankan tugas kedaerahan dibebankan kepada Bupati dan seterusnya sampai pada pekerja kelas bawah sekalipun yaitu tukang sapu. Tukang sapu, tidak bedanya dengan pemulung yaitu orang yang bekerja dengan membersihkan lingkungan dengan tidak membedakan sampah yang dibersihkan.
Tidak hanya guru disebut sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”, tukang sapu-pun bisa disebut sebagai “pahlawan kebersihan” yang kini terlupakan, terabaikan, dan dipandang sebelah mata. Merupakan sebuah kodrat dan ada dalam tatanan sistem yang harus dilaksanakan. Walaupun tukang sapu tidak tercatat sebagai PNS (hanya sebagai tenaga harian, honor atau tenaga sukarela untuk bekerja mencari sesuap nasi semata), hendaknya mendapat perhatian lebih mengingat tugas tukang sapu adalah sangat membantu pemerintah menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan dari pencemaran (tanah, udara dan air). Jika semua orang ingin menjadi pejabat, siapa yang akan dijadikan tukang sapu?, atau tidak mungkin sebaliknya. Saat ini tukang sapu dipandang sebagai pekerjaan kasar, sekasar dari pekerjaan yang paling kasar, namun pekerjaan tukang sapu lebih mulia dari pekerjaan mencuri atau koropsi apalagi pekerjaan berbohong.
Terkait dengan tukang sapu, keberhasilan dalam pemerintahan, tidak semata karena intlegensi dan loyalitas pemimpin tetapi lebih dari itu yang perlu diberi perhatian lebih adalah tukang sapu. Etensi dari seorang tukang sapu sering terlupakan bahkan diberi finansial sekadarnya dengan tugas yang begitu berat, tidak mengenal lelah, kehujanan, kepanasan bahkan dilakoninya dengan penuh rasa. Sebaliknya hampir setiap kegiatan, tukang sapu tidak bisa dilupakan (teringat terus) karena mereka sebagai garda terdepan tercapainya sebuah keberhasilan dalam menjaga kebersihan lingkungan. Lingkungan yang bersih, indah, nyaman dan lestari membuat orang yang ada didalamnya merasa senang, aman dan menyenangkan atau sebaliknya. Lingkungan kotor, yang pertama kena peringatan adalah tukang sapu. Jika dikorelasi dengan situasi global saat ini, hasil sebagai tukang sapu jelas tidak sepadan, sehingga kemiskinan dan pengangguran akan terus bertambah seiring dengan tidak meratanya pembangunan ekonomi masyarakat.  
Kemiskinan sebagai kondisi  deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang layak (Hall dan Midgley, 2004). Sebenarnya orang-orang miskin tidaklah malas, fatalistik, boros, dungu dan bodoh, tetapi mereka sebenarnya adalah pekerja keras, cerdik dan ulet. Namun mereka memiliki sifat-sifat tersebut karena untuk dapat mempertahankan hidupnya dan melepaskan diri dari belenggu rantai dari jeratan ekonomi yang semakin galau. Untuk itu pemerintah (pusat atau daerah) harus memperhatikan jeritan dari seorang tukang sapu yang nantinya dapat merubah nasibnya seperti orang kebanyakan (terpenuhinya pemerataan ekonomi sandang, pangan, papan).
Hakekatnya, pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan peluang berusaha, meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat serta meningkatkan hubungan antar daerah. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan  bermuara pada manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus merupakan sumberdaya pembangunan yang harus terus ditingkatkan kualitas dan kemampuannya untuk mengangkat harkat dan martabatnya (Chambers, 1983).
Orang-orang yang rendah potensi (skill), tetapi punya koneksi dan sifat negosiasi akan lebih mudah mendapat pekerjaan, sedangkan bagi mereka yang punya potensi (skill),  tidak punya koneksi apalagi bernegosiasi harus kerja keras untuk bertahan dalam mendapatkan pekerjaan, itulah “tukang sapu”. Ada pula orang-orang yang tidak memiliki apa-apa bahkan motivasi untuk berkarya sekalipun, yang dimiliki hanya telapak tangan untuk menadah,, meminta-minta, inilah disebut “pengemis”. Dibandingkan dengan pengemis, tukang sapu merupakan pekerja yang lebih mulia dalam menggapai kehidupan yang lebih bermakna.  
Sebenarnya kehidupan manusia bertujuan untuk menemukan makna hidup. Makna hidup adalah nilai-nilai yang berharga, dihayati dan membuat seorang individu merasa berharga, dihargai dan mempunyai alasan untuk hidup dan menegakkan dirinya. Apabila manusia gagal untuk menemukan makna hidupnya, maka ia akan mengalami neurosis eksistensial (noögenik), yaitu keadaan seseorang ketika dalam hidupnya merasa hampa, tidak bermakna, tidak bertuan,  tanpa tujuan, pisimis, rendah diri dan berjalan tanpa arah. Sedangkan mereka yang berhasil menemukan makna hidupnya, maka ia akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk bertahan menegakkan dirinya, berkarya, selalu menjaga popularitas, rendah hati supaya dikagumi, dan bahkan terus berkarir mempertahankan apa yang telah didapatkannya. Itulah kehidupan dari seorang “Tukang Sapu” yang terlupakan.
Ingat “tukang sapu”! kesuksesan tidak tergantung dari kemampuan ekonomi keluarga untuk menyokong pendidikan atau mendapatkan kehidupan yang layak. Sudah banyak bukti, orang sukses berasal dari keluarga miskin. Bagi yang berasal dari keluarga kurang mampu, jadikanlah ketidakmampuan keluarga kita sebagai cambuk untuk mencapai kesuksesan. Sedangkan bagi yang berasal dari kalangan berada, jadikan kisah sukses mereka sebagai pemacu semangat agar jangan sampai terlena dengan keberhasilan mereka. Kemiskinan adalah kekayaan yang tertunda, dan kekayaan adalah hasil usaha dari kerja keras (Michael Julian). Ketika dunia berkata “menyerah”, harapan berbisik “coba sekali lagi” (anonym). Tantangan hidup tidak dimaksudkan untuk melumpuhkan anda, tapi dimaksudkan untuk membantu anda menemukan siapa diri anda yang sebenarnya (Bernice Johnson Reagon). Jika anda ingin meraih sesuatu yang benar-benar besar dan tujuan-tujuan yang menarik, anda harus belajar jatuh cinta dengan kerja keras (Steve Pavlina).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar